Delikan
Permainan delikan atau petak umpet. Tata cara permainan ini sangat sederhana. Sekitar 5 – 10 anak berkumpul kemudian mereka melakukan hompimpa untuk menentukan satu anak yang jadi. Satu anak tersebut berdiri di sebuah tiang sambil menutup mata dan menghitung atau mengucapkan wis…wis? (sudah). Sementara anak yang lain harus sembunyi.Sambil bilang durung..durung (belum)
.Jika satu anak tersebut sudah tidak mendengar ucapan durung, berarti dia harus mulai mencari. Permainan ini diakhiri jika satu anak tersebut sudah berhasil menemukan teman-teman yang dicarinya, minimal satu anak.
Betengan
Permainan yang kedua adalah betengan. Sekitar 6-10 anak dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dan kelompok kedua. Setiap kelompok berkumpul di sebuah tiang atau pohon yang berjarak sekitar 15 meter. Tiang ini disebut dengan beteng. Tugas utama adalah merebut atau menyentuh beteng musuh. Permainan dimulai ketika salah satu anggota kelompok (A1) berlari mendekat ke arah tiang kelompok kedua. Kemudian salah satu anggota kelompok kedua (B1) harus menyentuh anggota kelompok pertama yang tadi berlari mendekat.
Agar tidak tersentuh, maka A1 akan berlari menghindar. Pada saat itu A2 sudah bersiap-siap untuk membantu A1. Untuk mengusir B1, maka A2 segera berlari mengejar B1. Saat itu bergantian B2 yang mengejar A2 dan seterusnya. Lawan akan takut jika musuhnya baru saja keluar dari beteng atau menyentuh tiang. Permainan ini berakhir jika salah satu kelompok berhasil menyentuh beteng lawan. Permainan adalah permainan kejar-kejaran. Meskipun sederhana tapi banyak keasyikan yang terjadi, apalagi jika dilakukan pada malam hari saat bulan bersinar terang.
Jamuran
Permainan yang ketiga adalah jamuran. Sekitar 6-10 anak sambil bergandengan tangan mengelilingi seorang anak yang berada di tengah. Kemudian mereka berputar sambil menyanyikan lagu Jamuran.
Jamuran ya ge ge thok
Jamu apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa
Setelah lagu berhenti, maka anak-anak juga berhenti berputar. Permainan ini juga sering dilakukan di sebuah lapangan yang luas di bawah pendaran cahaya bulan purnama.
Cublak-cublak suweng
Permainan yang lain adalah cublak-cublak suweng. Permainan ini membutuhkan sekitar 4-6 orang.
Cara permainannya, satu orang diminta melakukan posisi seperti orang bersujud, ndhekem. Kemudian empat atau lima anak lainnya bermain menggilirkan sebuah kerikil ditangan mereka. Setelah selesai, anak yang ndhekem tadi menebak kerikil di tangan siapa. Biasanya pada saat bermain, diiringi dengan lagu cublak-cublak suweng.
Cublak cublak suweng, suwenge ting gelenter,
mambu ketundhung gudel
pak gemppng lela legung sapa ngguyu ndhelikake
sirpong dhele kosong sir, sirpong dhele kosong
Dhingklik oglak aglik
Permainan ini diikuti 4-6 orang anak. Permainan dingklik oglak aglik dilakukan dengan cara mengkaitkan salah satu kaki setiap anak. Sehingga akan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian mereka berputar-putar dengan berpijak pada satu kaki lainnya sambil menyanyikan lagu dingklik oglak aglik.
Gotri legendri
Sebuah permainan yang dilakukan oleh 4-5 orang anak. Mereka duduk melingkar. Masing-masing anak memegang batu. Batu ini kemudian dipindahkan ke depan anak di sebelah kanan masing-masing. Hal tersebut dilakukan sambil menyanyikan lagu Gotri Legendri.
Gotri legendri nogosari
thiwul uwal awul jadah mbantul
dolan awan awan nggolek kodok
titenana besok gedhe dadi apaa
padha mbako enak mbako sedhep
dhempo ewa ewo kaya kodok
Boy-boy-nan
Lucu juga nama permainannya. Permainan ini bukan hanya ada di desa saya, di kabupaten Grobogan. Tetapi juga ada di berbagai daerah di provinsi lain, terutama di pulau jawa.
Permainan ini mirip dengan delikan. Tetapi dalam permainan boy-boynan peralatan yang digunakan adalah tumpukan genting atau disebut dengan kreweng dan bola kasti atau bola tenis. Kami menyebut bola tenis sebagai bal kampus. Cara permainannya. Sekitar 5-8 kreweng ditumpuk. Semua anak berkumpul pada jarak sekitar 15 meter. kemudian untuk mereka melakukan hompimpa. Pemenang yang pertama kemudian melempar bal kampus ke arah kreweng. Jika lemparan berhasil, maka anak yang mendapat urutan di bawahnya harus menata kembali tumpukan kreweng tersebut, sementara yang lain harus bersembunyi.
Pada zamannya, berbagai permainan tersebut sungguh mengasyikkan. Apalagi jika dilakukan pada saat bulan purnama. Di antara terang cahaya bulan, anak-anak keluar rumah untuk berkumpul dan bermain bersama teman-teman.
Sayang sekali, saat ini berbagai permainan tersebut hampir punah. Bahkan di lingkungan pedesaan, sudah jarang anak-anak bermain permainan tradisional seperti di atas. Pelan tapi pasti permainan tersebut mulai tergerus oleh permainan modern. Anak-anak sekarang lebih suka bermain playstation, bermain handphone atau menonton tayangan televisi.
Namun ada fenomena yang menarik, ada sebuah komunitas yang dibentuk untuk melestarikan berbagai permainan tradisional Indonesia. Mereka ingin menyelamatkan permainan tradisional dari ambang kepunahan. Komunitas ini menamakan diri mereka Komunitas Hong. Komunitas yang berada di Bandung ini, berhasil mengumpulkan dan memainkan ratusan permainan tradisional di Indonesia. Bagi siapa saja yang ingin bernostalgia dengan berbagai permainan tradisional bisa datang ke Jalan Bukit Pakar Utara 35 Dago Bandung 40198.
Jadi, apakah kalian ada yang tertarik untuk melestarikan permainan tradisional di atas?.